Praktikum Kimia Fisika (Kelarutan Sebagai Fungsi Temperature)

konbanwa minna-san, genki desu ka

Pada kesempatan ini minzo akan berbagi mengenai praktikum kimia fisika, praktikum yang dilakukan pada semester II setelah melalui 3 praktikum pada semseter I. Mengingatnya sungguh nostalgia haha, tidur larut ngerjain laporan, matkul yang padat, menentukan jadwal asistensi, waduh kalau diingat sangat menyenangkan rutinitas seperti itu dan bersyukur bisa melewatinya. Buat yang lagi berjuang pada semester awal, jangan pernah menyerah nikmati prosesnya hehe

Setalah sebelumnya BAB Isoterm Adsorbsi berikutnya adalah BAB Kelarutan Sebagai Fungsi Temperature, check it out...

Praktikum Kelarutan sebagai fungsi temperature

4.1.       Tujuan Percobaan

-    Menentukan kelarutan zat pada berbagai suhu

-    Menentukan kalor pelarutan differensial.

4.2.       Tinjauan Pustaka

Larutan adalah campuran homogen dari molekul, atom ataupun ion dari dua zat atau lebih. Suatu larutan disebut suatu campuran karena susunannya dapat berubah-ubah. Disebut homogen karena susunannya begitu seragam sehingga tak dapat diamati adanya bagian-bagian yang berlainan, bahkan dengan mikroskop optis sekalipun. Dalam campuran heterogen permukaan-permukaan tertentu dapat dideteksi antara bagian-bagian atau fase-fase yang terpisah (Keenan dkk, 1995).

Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-zat tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut. Contohnya adalah etanol di dalam air. Sifat ini lebih dalam bahasa Inggris lebih tepatnya disebut miscible (Wikipedia, 2015).

Biasanya dengan larutan dimaksudkan fase cair. Lazimnya salah satu komponen (penyusun) larutan semacam itu adalah suatu cairan sebelum campuran itu dibuat. Cairan ini disebut medium pelarut atau pelarut (solvent). Komponen lain, yang dapat berbentuk gas, cairan ataupun zat padat dibayangkan sebagai terlarut ke dalam komponen pertama. Zat yang terlarut disebut zat terlarut (solute). Dalam hal-hal yang meragukan, zat yang kuantitasnya lebih kecil disebut zat terlarut. Suatu campuran 50:50 dari etil alkohol dan air atau suatu sirup yang terdiri dari 80% sukrosa (gula pasir) dan 20% air. Maka, baik alkohol dan air dapat disebut zat terlarut. Karena air tetap mempertahankan keadaan fisiknya dan gula berubah keadaan fisiknya, kebanyakan orang memilih menyebut air sebagai pelarut.

Jenis-jenis larutan:

a.    Larutan jenuh

Larutan jenuh didefinisikan sebagai larutan yang mengandung zat terlarut dalam jumlah yang diperlukan untuk adanya kesetimbangan antara zat terlarut yang larut dan yang tak terlarut. Pembentukan larutan jenuh dipercepat dengan pengadukan yang kuat dan zat terlarut yang berlebih. Banyaknya zat terlarut yang melarut dalam pelarut yang banyaknya tertentu, untuk menghasilkan suatu larutan jenuh disebut kelarutan zat terlarut itu.

b.    Larutan tak jenuh

Suatu larutan tak jenuh (unsatured) kalah pekat (lebih encer) daripada suatu larutan jenuh.

c.    Larutan lewat jenuh

Suatu larutan lewat jenuh (supersatured) lebih pekat dibandingkan suatu larutan jenuh. Suatu larutan lewat jenuh adalah suatu sistem metastabil. Larutan ini dapat berubah menjadi larutan jenuh dengan menambahkan sebuah kristal “bibit” yang kecil (biasanya kristal zat terlarut, meskipun seringkali suatu zat asing dapat juga berhasil).

d.    Larutan pekat

Suatu larutan yang mengandung banyak zat terlarut disebut larutan pekat.

e.    Larutan encer

Larutan yang mengandung sedikit zat terlarut disebut larutan encer (Keenan dkk, 1995).

Faktor-faktor yang penting yang mempengaruhi kelarutan padatan kristalin adalah suhu, sifat pelarut, dan adanya ion-ion lain didalam larutan. Didalam golongan yang belakangan disertakan ion-ion mungkin sama atau tidak sama dengan ion-ion di dalam padatan, dan ion-ion yang membentuk molekul yang berdisosiasi sedikit atau ion kompleks dengan ion-ion padatannya.

a.    Suhu

Kebanyakan garam anorganik yang kita minati, bertambah kelarutannya apabila suhu dinaikan. Biasanya menguntungkan untuk melakukan proses pengendapan titrasi, dan pencucian dengan larutan panas. Partikel besar dapat dihasilkan, penyaringan lebih cepat, dan kotoran terlarut lebih mudah. Karena hal itu, petunjuk-petunjuk sering mengharuskan penggunaan larutan panas dalam keadaan-keadaan yang

kelarutan endapan masih dapat diabaikan pada suhu-suhu tinggi. Mengingat kembali bahwa timbal klorida dipisahkan dari perak dan merkuri (I) klorida pada acara analisa kualitatif dengan mengerjakannya dengan air panas. Garam timbal larut pada suhu yang dinaikkan dengan meninggalkan kedua garam yang lain di dalam endapan.

b.    Pelarut

Kebanyakan garam anorganik lebih larut dalam air daripada dalam pelarut organik. Air mempunyai momen dwikultur besar dan tertarik ke kedua kation maupun anion untuk membentuk ion terhidrasi sempurna, dengan membentuk H3O+. Semua ion pasti terhidrasikan sampai beberapa jauh dalam larutan berair, dan energi yang dilepaskan oleh interaksi ion dan pelarut membantu mengatasi gaya tarik yang mencoba menahan ion-ion di dalam kisi padatan. Ion di dalam sebuah kristal tidak mempunyai tarikan demikian besar untuk pelarut organik dan karenanya kelarutannya lebih kecil daripada dalam air.

c.    Ion-ion dalam larutan

Kepentingan pengaruh ion sama untuk menyebabkan pengendapan sempurna pada analisis kuantitatif sudah jelas.  Dalam melakukan pengendapan, seorang analisis selalu menambahkan pereaksi pengendap sedikit berlebih untuk meyakinkan pengendapan yang sempurna (Underwood, 1994).

Ada dua panas pelarutan, yaitu panas pelarutan integral dan panas pelarutan diferensial. Panas pelarutan integral didefinisikan sebagai perubahan entalpi jika 1 mol zat dilarutkan dalam n mol pelarut. Panas pelarutan diferensial didefinisikan sebagai perubahan entalpi jika 1 mol zat terlarut dilarutkan dalam jumlah larutan yang tidak terhingga, sehingga konsentrasinya tidak berubah dengan penambahan 1 mol zat terlarut. Secara matematik didefinisikan sebagai d(mΔH)/dm, yaitu perubahan panas diplot sebagai jumlah mol zat terlarut, dan panas pelarutan diferensial dapat diperoleh dengan mendapatkan kemiringan kurva pada setiap konsentrasi. Jadi panas pelarutan diferensial tergantung pada konsentrasi larutan (Dogra, 1984). Jika kesetimbangan terganggu dengan perubahan temperatur, maka konsentrasi larutannya akan berubah. Menurut Van't Hoff pengaruh temperatur terhadap kelarutan dapat dinyatakan sebagai berikut:

                                                                d ln s / dT = dΔH / RT^2 

dengan mengintegralkan dari T1 ke T2, maka akan dihasilkan:


                                                              ln S2/S1 = ΔH (T2 - T1 / T2 . T1)

Dimana  :

S1, S2 = kelarutan zat masing-masing pada temperatur T1 dan T2 (g/kg solven),

H     = entalpi pelarutan,

R       = konstanta gas umum.

Secara umum untuk entalpi pelarutan positif (endotermis), menurut Van't Hoff, semakin tinggi temperatur maka akan semakin banyak zat yang larut. Sedangkan untuk zat-zat yang panas pelarutannya negatif (eksotermis), maka semakin tinggi suhu akan makin berkurang zat yang dapat larut (Indrati dkk, 2014).



4.3.       Tinjauan Bahan

A.       Aquadest

rumus molekul         : H2O

berat molekul           : 18,02 gram/mol

bentuk fisik              : cairan

densitas                    : 1 g/cm3

titik didih                 : 100 oC

titik lebur                  : 0 oC

warna                       : tak berwarna

B.       Natrium Hidroksida

rumus molekul         : NaOH

berat molekul           : 40 gram/mol

bentuk fisik              : padat

densitas                    : 2,13 g/cm3

titik didih                 : 1390 °C

titik lebur                  : 318 °C

warna                       : putih

C.       Asam Oksalat

rumus kimia             : H2C2O4

berat molekul           : 90.04 g mol-1

bentuk                      : kristal putih

densitas                    : 1,9 g/cm3

titik didih                 : 27-43 °C

titik lebur                  : 189,5 °C

warna                       : tak berwarna, putih

D.       Indikator Phenolptalein

rumus kimia             : C20H14O4

berat molekul           : 318,32 g  mol-1

bentuk                      : cair

densitas                    : 1,299 g/cm3

titik beku                  : 258 °C

titik lebur                  : 263 °C

warna                       : kuning muda

4.4    Alat dan Bahan

A.      Alat-alat yang digunakan:

-       batang pengaduk

-       Beakerglass     

-       botol Aquadest     

-       buret                  

-       corong kaca

-       Erlenmeyer

-       gelas arloji

-       karet penghisap

-       labu ukur

-       penjepit kayu

-       pipet tetes

-       pipet volume

-       tabung reaksi besar

-       termometer

-       Waterbath

B.  Bahan-bahan yang digunakan:

-     Aquadest (H2O)

-     asam oksalat (H2C2O4)

-     es batu

-     natrium hidroksida (NaOH)

-     Phenol phthalein (C20H14O4)

4.5.       Pembahasan

-        Zat yang digunakan pada praktikum ini adalah asam oksalat dan natrium hidroksida. Asam oksalat memiliki kelarutan sangat sensitive terhadap suhu, sehingga dengan berubahnya suhu maka kelarutan asam oksalat juga akan berubah. Natrium hidroksida memiliki sifat higroskopis (mudah menguap) sehingga saat menimbang natrium hidroksida dapat terkontaminasi oleh udara.

-       Standarisasi larutan natrium hidroksida dengan larutan asam oksalat, bertujuan untuk mencari konsentrasi pada larutan natrium hidroksida. Dari standarisasi natrium hidroksida diperoleh hasil volume titrasi rata-rata sebanyak 11,8 mL dan dari perhitungan konsentrasi larutan natrium hidoksida diperoleh sebesar 0,4273 N.

-       Pada grafik 3.1. hubungan antara suhu (oC) dengan kelarutan menjelaskan bahwa semakin tinggi suhu maka semakin tinggi jumlah kelarutan suatu zat yang dihasilkan.

-       Secara teoritis menyatakan bahwa entalpi pelarutan positif (endotermis), semakin tinggi temperatur maka akan semakin banyak zat yang larut. Sedangkan untuk zat-zat yang panas pelarutannya negatif (eksotermis), maka semakin tinggi suhu akan makin berkurang zat yang dapat larut. Secara analitik, menurut Van't Hoff pengaruh temperatur terhadap kelarutan dapat dinyatakan sebagai berikut:

                                                            ln S2/S1 = ΔH/R (T2 - T1 / T2 . T1)

dengan menggunakan persamaan diatas maka didapatkan 6 ∆H, kemudian dihitung harga rata-rata sehingga ∆H didapat  sebesar 8869,405 J/mol.

4.6.       Kesimpulan

-        Dari percobaan yang kita lakukan dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi temperatur maka kelarutan suatu zat juga akan semakin tinggi. Artinya hubungan antara antara suhu dan kelarutan berbanding lurus.

-        Panas pelarutan integral didefinisikan sebagai perubahan entalpi jika 1 mol zat dilarutkan dalam n mol pelarut. Panas pelarutan diferensial didefinisikan sebagai perubahan entalpi jika 1 mol zat terlarut dilarutkan dalam jumlah larutan yang tidak terhingga, sehingga konsentrasinya tidak berubah dengan penambahan 1 mol zat terlarut. Maka pada praktikum secara analitik didapat ΔH rata-rata di dalam praktikum adalah sebesar 8869,405 J/mol.


Post a Comment

0 Comments