konnichiwa minna-san, genki desu ka
Pada kesempatan ini minzo akan berbagi mengenai praktikum kimia fisika, praktikum yang dilakukan pada semester II setelah melalui 3 praktikum pada semseter I. Mengingatnya sungguh nostalgia haha, tidur larut ngerjain laporan, matkul yang padat, menentukan jadwal asistensi, waduh kalau diingat sangat menyenangkan rutinitas seperti itu dan bersyukur bisa melewatinya. Buat yang lagi berjuang pada semester awal, jangan pernah menyerah nikmati prosesnya hehe
Setalah sebelumnya BAB Kalorimeter Sistem Terbuka berikutnya adalah BAB Sistem Koloid, check it out...
7.1.
Tujuan
Percobaan
− Mengetahui
dan membedakan cara pembuatan koloid secara dispersi dan kondensasi.
7.2.
Tinjauan
Pustaka
Zat-zat
yang sukar berdifusi tersebut disebut koloid. Tahun 1907, Ostwald mengemukakan istilah sistem terdispersi bagi zat yang
terdispersi dalam medium pendispersi. Analogi dalam larutan, fase terdispersi
adalah zat terlarut, sedangkan medium pendispersi adalah zat pelarut. Sistem
koloid adalah suatu campuran heterogen antara dua zat atau lebih dimana
partikel-partikel zat yang berukuran koloid (fase terdispersi) tersebar merata
dalam zat lain (medium pendispersi). Sistem koloid termasuk salah satu sistem
dispersi. Sistem dispersi lainnya adalah larutan dan suspensi. Larutan
merupakan sistem dispersi yang ukuran partikelnya sangat kecil, sehingga tidak
dapat dibedakan antara partikel dispersi dan pendispersi. Sedangkan suspensi
merupakan sistem dispersi dengan partikel berukuran besar dan tersebar merata
dalam medium pendispersinya (Partana, 2009).
Tabel 7.1. Perbandingan Sifat Sistem Dispersi Suspensi, Koloid, dan Larutan (Permana, 2009).
Perbedaan |
Suspensi |
Koloid |
Larutan |
Ukuran partikel |
> 100 nm |
1–100 nm |
< 1 nm |
Penampilan fisis |
Keruh Partikel terdispersi dapat diamati
langsung dengan mata telanjang |
Keruh-jernih Partikel terdispersi hanya dapat
diamati dengan mikroskop ultra |
Jernih Partikel terdispersi tidak dapat
diamati dengan mikroskop ultra |
Jumlah fasa |
Dua fasa |
Dua fasa |
Satu fasa |
Kestabilan (jika didiamkan) |
Mudah terpisah (mengendap) |
Sukar terpisah (relatif stabil) |
Tidak terpisah (stabil) |
Cara pemisahan |
Filtrasi (disaring) |
Tidak bisa disaring |
Tidak bisa disaring |
Telah
kita ketahui bahwa sistem koloid terdiri atas dua fasa, yaitu fasa terdispersi
dan fasa pendispersi (medium dispersi). Sistem koloid dapat dikelompokkan berdasarkan
jenis fasa terdispersi dan fasa pendispersinya. Koloid yang mengandung fasa
terdispersi padat disebut sol. Jadi, ada tiga jenis sol, yaitu sol
padat (padat dalam padat), sol cair (padat dalam cair), dan sol gas
(padat dalam gas). Istilah sol biasa digunakan untuk menyatakan sol cair, sedangkan
sol gas lebih dikenal sebagai aerosol (aerosol padat).
Koloid
yang mengandung fasa terdispersi cair disebut emulsi. Emulsi juga ada
tiga jenis, yaitu emulsi padat (cair dalam padat), emulsi cair (cair
dalam cair), dan emulsi gas (cair dalam gas). Istilah emulsi biasa
digunakan untuk menyatakan emulsi cair, sedangkan emulsi gas juga dikenal
dengan nama aerosol (aerosol cair). Koloid yang mengandung fasa
terdispersi gas disebut buih. Hanya ada dua jenis buih, yaitu buih
padat dan buih cair. Istilah buih biasa digunakan untuk menyatakan
buih cair.
Tabel
7.2.
Jenis-jenis koloid
No. |
Fasa
Terdispersi |
Fasa
Pendispersi |
Nama |
Contoh |
1. |
Padat |
Gas |
Aerosol |
Asap
(smoke), debu di udara |
2. |
Padat |
Cair |
Sol |
Sol
emas, sol beerang, tinta cat |
3. |
Padat |
Padat |
Sol
padat |
Gelas
berwarna, intan hitam |
4. |
Cair |
Gas |
Aerosol |
Kabut(fog) |
5. |
Cair |
Cair |
Emulsi |
Susu,
santan, minyak ikan |
6. |
Cair |
Padat |
Emulsi
padat |
Jeli,
mutiara, opal |
7. |
Gas |
Cair |
Buih |
Buih
sabun, krim kocok |
8. |
Gas |
Padat |
Buih
padat |
Karet
busa, batu apung |
Keterangan:
1. Aerosol
Sistem koloid dari partikel padat atau cair yang terdispersi dalam gas disebut aerosol. Jika zat yang terdispersi berupa zat padat, disebut aerosol padat; jika zat yang terdispersi berupa zat cair, disebut aerosol cair.
− Contoh
aerosol padat : asap dan debu dalam
udara.
− Contoh
aerosol cair : kabut dan awan.
Sekarang banyak produk dibuat dalam
bentuk aerosol, seperti semprot rambut (hair spray), semprot obat nyamuk,
parfum, cat semprot, dan lain-lain. Untuk menghasilkan aerosol diperlukan suatu
bahan pendorong (propelan aerosol). Contoh bahan pendorong yang banyak
digunakan adalah senyawa klorofluorokarbon (CFC) dan karbon dioksida.
2. Sol
Sistem koloid dari partikel padat
yang terdispersi dalam zat cair disebut sol.
Koloid jenis sol banyak kita temukan dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam industri.
− Contoh
sol: air sungai (sol dari lempung dalam air), sol sabun, sol detergen, sol
kanji, tinta tulis, dan cat.
3. Emulsi
Sistem koloid dari zat cair yang
terdispersi dalam zat cair lain disebut emulsi. Syarat terjadinya emulsi
ini adalah dua jenis zat cair itu tidak saling melarutkan. Emulsi dapat digolongkan
ke dalam dua bagian, yaitu emulsi minyak dalam air (M/A) dan emulsi air dalam
minyak (A/M). Dalam hal ini, minyak diartikan sebagai semua zat cair yang tidak
bercampur dengan air.
− Contoh
emulsi minyak dalam air (M/A): santan, susu, kosmetik pembersih wajah (milk
cleanser) dan lateks.
− Contoh
emulsi air dalam minyak (A/M): mentega, mayones, minyak bumi, dan minyak ikan.
Emulsi terbentuk karena pengaruh
suatu pengemulsi (emulgator). Contohnya adalah sabun yang dapat mengemulsikan
minyak ke dalam air. Jika campuran minyak dengan air dikocok, maka akan
diperoleh suatu campuran yang segera memisah jika didiamkan. Akan tetapi, jika
sebelum dikocok ditambahkan sabun atau detergen, maka diperoleh campuran yang
stabil yang kita sebut emulsi. Contoh lainnya adalah kasein dalam susu dan
kuning telur dalam mayones.
4. Buih
Sistem koloid dari
gas yang terdispersi dalam zat cair disebut buih. Seperti halnya dengan
emulsi, untuk menstabilkan buih diperlukan zat pembuih, misalnya sabun,
deterjen, dan protein. Buih dapat dibuat dengan mengalirkan suatu gas ke dalam
zat cair yang mengandung pembuih. Buih digunakan pada berbagai proses, misalnya
buih sabun pada pengolahan bijih logam, pada alat pemadam kebakaran, dan
lain-lain. Adakalanya buih tidak dikehendaki. Zat-zat yang dapat memecah atau
mencegah buih, antara lain eter, isoamil alkohol, dan lain-lain.
5. Gel
Koloid yang setengah kaku (antara padat
dan cair) disebut gel. Contoh: agar-agar, lem kanji, selai, gelatin, gel
sabun, dan gel silika. Gel dapat terbentuk dari suatu sol yang zat
terdispersinya mengadsorpsi medium dispersinya, sehingga terjadi koloid yang
agak padat (Utami, 2009).
Pada
dasarnya sifat koloid dapat digolongkan berdasar sifat optik dan sifat
listriknya. Yang tergolong sifat optik, yaitu efek Tyndall dan gerak Brown.
Sedangkan sifat listrik meliputi elektroforesis, adsorpsi, koagulasi, koloid
pelindung, dan dialisis.
A. Efek Tyndall
Efek Tyndall merupakan gejala penghamburan cahaya yang dijatuhkan oleh seberkas
cahaya yang dijatuhkan pada sistem koloid.

(a) (b)
Gambar 7.1. Efek Tyndall (a) larutan
(b) koloid
Sifat koloid ini
dapat digunakan untuk membedakan larutan sejati dan sistem koloid. Pada larutan
sejati tidak terjadi efek Tyndall, sedang
pada sistem koloid terjadi efek Tyndall.
Gejala efek Tyndall dapat dijumpai
dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya berkas sinar dari proyektor film di bioskop
dan berkas cahaya Iampu mobil pada malam yang berkabut. Mengapa langit berwarna
biru? Hal ini disebabkan oleh partikel koloid di udara yang menghamburkan cahaya
matahari.
B. Gerak Brown
Partikel koloid terlalu kecil dan
tidak terlihat jika diamati dengan mikroskop biasa, tetapi dapat diamati dengan
menggunakan mikroskop ultra. Mikroskop ultra merupakan mikroskop yang
dilengkapi sistem penyinaran khusus dan memiliki daya pisah yang besar. Dengan
menggunakan mikroskop ultra partikel-partikel koloid tampak senantiasa bergerak
lurus dan arahnya tidak menentu. Gerakan partikel koloid ini disebut gerak Brown, karena yang pertama kali
mengamati gerakan ini adalah Robert Brown (tahun 1827).
C. Elektroforesis
Partikel-partikel koloid dapat
bergerak dalam medan listrik karena partikel-partikel itu bermuatan listrik.
Gejala ini disebut elektroforesis. Hal ini dapat dibuktikan dengan menggunakan
alat seperti terlihat pada gambar 9.8 di samping. Mula-mula tabung U diisi
dengan air dan dispersi koloid dimasukkan lewat tabung tengah. Jika arus
listrik searah dialirkan ke dalam sistem dispersi melalui kedua elektrode (negatif
dan positif), dispersi koloid akan bergerak. Partikel koloid yang bermuatan
positif akan bergerak menuju elektrode negatif dinetralkan sehingga partikel
koloid ini akan mengalami koagulasi. Muatan suatu dispersi koloid dapat
ditentukan dengan menggunakan cara elektroforesis.
D. Adsorpsi
Daya adsorpsi partikel koloid lebih
besar dibanding daya adsorpsi partikel larutan sejati. Hal ini disebabkan permukaan
partikel koloid lebih luas dibanding partikel larutan sejati. Apabila partikel
koloid menyerap ion, partikel itu bermuatan listrik, misalnya: koloid besi
(III) hidroksida dalam air menyerap ion positif dan koloid arsen (III) sulfida
menyerap ion negatif.
Atas dasar sifat adsorpsi ini,
partikel koloid sangat penting dalam praktik. Partikel koloid banyak digunakan dalam
berbagai bidang, terutama bidang industri, misalnya:
− Industri
gula, untuk pemutihan gula.
− lndustri
tekstil, untuk proses pewarnaan.
− Perusahaan
air minum, untuk menjernihkan air.
E. Koagulasi
Partikel-partikel koloid dapat mengalami penggumpalan atau koagulasi. Ada dua cara mengkoagulasikan sistem koloid, yaitu cara mekanik dan cara kimia. Cara mekanik dapat dilakukan dengan pemanasan, pendinginan, atau pengadukan. Cara kimia dilakukan dengan penambahan zat-zat kimia, misalnya zat elektrolit.
Partikel karet dalam
lateks dapat dikoagulasikan dengan asam asetat. Terbentuknya delta di muara
sungai dan pulau di tengah sungai merupakan peristiwa koagulasi. Partikel tanah
liat dalam air sungai bercampur dengan air laut atau air sungai yang lain akan
terjadi koagulasi karena air laut atau air sungai yang lain merupakan suatu
elektrolit. Peristiwa koagulasi ini terjadi bertahun-tahun dan akhirnya
membentuk pulau kecil atau delta.
Untuk mencegah
tercemarnya udara oleh debu asap dan partikel beracun yang dihasilkan asap dari
cerobong pabrik, biasanya digunakan pesawat cottrell. Pesawat cottrell terdiri atas lempeng logam yang
dialiri muatan listrik tegangan tinggi. Asap atau debu sebelum dikeluarkan dari
pabrik harus melewati pesawat ini. Oleh karena pengaruh medan listrik partikel
asap dan debu akan mengendap.
F. Koloid pelindung
Ada koloid yang bersifat melindungi
koloid lain supaya tidak mengalami koagulasi. Koloid semacam ini disebut koloid
pelindung. Koloid pelindung ini membentuk lapisan di sekeliling partikel
koloid yang lain sehingga melindungi muatan koloid tersebut. Tinta dan cat
perlu diberi koloid pelindung. Cat yang tidak ditambah koloid pelindung akan
mengalami koagulasi.
G. Dialisis
Untuk stabilitas koloid diperlukan
sejumlah muatan ion suatu elektrolit. Akan tetapi, jika penambahan elektrolit ke
dalam sistem koloid terlalu banyak, kelebihan ini dapat mengendapkan fase
terdispersi dari koloid itu. Hal ini akan mengganggu stabilitas sistem koloid
tersebut. Untuk mencegah kelebihan elektrolit, penambahan elektrolit dilakukan
dengan cara dialisis.
Dialisis adalah
suatu cara pemurnian sistem koloid dari ion-ion pengganggu yang menggunakan
selaput semipermeabel. Caranya,
sistem koloid dimasukkan ke dalam kantong semipermeabel, dan diletakkan dalam air.
Selaput semipermeabel ini hanya dapat dilalui oleh ion-ion, sedang partikel
koloid tidak dapat melaluinya. Ion-ion yang keluar melalui selaput semipermeabel ini kemudian larut dalam
air. Dalam proses dialisis hilangnya ion-ion dari sistem koloid dapat
dipercepat dengan menggunakan air yang mengalir. Misalnya, pembuatan sol Fe(OH)3
akan terdapat ion-ion H+ dan CI–. Ion-ion ini akan
mengganggu kestabilan sol Fe(OH)3 sehingga sol Fe(OH)3 mudah
mengalami koagulasi (Harnanto, 2009).
Sistem koloid dapat dibuat
secara langsung dengan mendispersikan suatu zat ke dalam medium pendispersi. Selain
itu juga dapat dilakukan dengan mengubah suspensi menjadi koloid atau dengan
mengubah larutan menjadi koloid. Cara tersebut dilakukan dengan mengubah ukuran
partikel zat terdispersi, yaitu cara dispersi dan cara kondensasi. Cara
dispersi dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel koloid, sedangkan cara
kondensasi dilakukan dengan memperbesar ukuran partikel.
A. Cara dispersi
−
Cara mekanik (dispersi langsung)
Butir-butir kasar diperkecil
ukurannya dengan menggiling atau menggerus koloid sampai diperoleh tingkat
kehalusan tertentu, kemudian diaduk dengan medium pendispersi.
Contoh:
Sol belerang dibuat dengan menggerus
serbuk belerang bersama-sama suatu zat inert (seperti gula pasir) kemudian
mencampur serbuk halus itu dengan air.
−
Homogenisasi
Dengan
menggunakan mesin homogenisasi.
Contoh:
a.
Emulsi obat di pabrik
obat dilakukan dengan proses homogenisasi.
b.
Pembuatan susu kental
manis yang bebas kasein dilakukan dengan mencampurkan serbuk susu skim ke dalam
air dengan menggunakan mesin homogenisasi.
−
Peptisasi
Dengan cara memecah partikel-partikel
besar menjadi partikel koloid, misalnya suspensi, gumpalan atau endapan dengan
bantuan suatu zat pemeptisasi (pemecah).
Contoh:
a.
Agar-agar dipeptisasi
oleh air, nitroselulaosa oleh aseton, karet oleh bensin, dan lain-lain.
b. Endapan NiS dipeptisasi oleh H2S dan endapan Al(OH)3 oleh AlCl3.
−
Busur
bredig
Cara ini digunakan untuk membuat
sol-sol logam. Logam yang akan dikoloidkan dijadikan elektrode yang dicelupkan
ke dalam medium dispersi. Kemudian diberi arus listrik yang cukup kuat sehingga
terjadi loncatan bunga api listrik di antara kedua ujungnya. Mula-mula
atom-atom logam akan terlempar ke dalam air, kemudian atom –atom tersebut
mengalami kondensasi sehingga menjadi partikel koloid. Cara ini merupakan
gabungan cara dispersi dan kondensasi.
B. Cara kondensasi
−
Reaksi hidrolisis
Hidrolisis adalah reaksi suatu zat
dengan air. Reaksi ini umumnya digunakan untuk membuat koloid-koloid basa dari
suatu garam yang dihidrolisis.
Contoh:
Pembuatan sol Fe(OH)3 dari
hidrolisis FeCl3. Dengan cara memanaskan larutan FeCl3 (apabila
ke dalam air mendidih ditambahkan larutan FeCl3 akan terbentuk sol
Fe(OH)3.
−
(besi(III)klorida)
(air) (besi(III)hidroksida) (asam klorida)
−
Reaksi redoks
Reaksi yang disertai perubahan
bilangan oksidasi. Koloid yang terjadi merupakan hasil oksidasi atau reduksi.
Contoh:
Pembuatan sol belerang dari reaksi
antara hidrogen sulfida (H2S) dengan belerang dioksida (SO2),
yaitu dengan mengalirkan gas H2S ke dalam larutan SO2.
−
(hidrogen sulfida) (sulfida dioksida) (air) (sulfida)
−
Pertukaran ion
Reaksi pertukaran ion umumnya
dilakukan untuk membuat koloid dari zat-zat yang sukar larut (endapan) yang
dihasilkan pada reaksi kimia.
Contoh:
Pembuatan sol As2S3
dengan mengalirkan gas H2S ke dalam larutan As2O3 dengan
reaksi berikut.
−
(hidrogen sulfida)
(arsenik(III)dioksida) (arsenik(III)sulfida)
(air)
Diameter dari partikel dalam larutan
sejati, selalu lebih kecil dari 1 mμ. Bila diameter partikel-partikel dalam
larutan terletak diantara 1—100 mμ, sistem disebut koloid, dan bila lebih besar
dari 100 mμ disebut campuran kasar atau dispers kasar.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi koloid ada 3 jenis, tergantung daripada jenis partikelnya,
yaitu:
a.
Dispersi koloid
Dispersi koloid terdiri dari zat-zat
yang tidak larut dengan pertikel-partikel yang terdiri dari gabungan banyak
molekul, misalnya dispersi koloid Au, As2, S3, minyak
dalam air dan sebagainya
b.
Larutan makromolekul
Larutan
makromolekul berupa larutan dari zat-zat dengan bentuk molekul yang besar,
hingga mempunyai ukuran koloid, misalnya protein, polivinil alkohol, larutan
karet atau polimer-polimer lain dalam pelarut organik.
c.
Asosiasi koloid
Asosiasi
koloid terdiri dari larutan zat-zat yang larut dengan berat molekul rendah,
tetapi membentuk agregat-agregat misalnya larutan sabun (Sukardjo, 1985).
Dalam
kehidupan sehari-hari, kita sering menggunakan bahan-bahan kimia berbentuk
koloid. Karena koloid merupakan satu-satunya cara untuk menyajikan suatu campuran
dari zat-zat yang tidak saling melarutkan secara “homogen” dan stabil (pada
tingkat makroskopis atau tidak mudah rusak).
1. Industri Kosmetik
Bahan kosmetik, seperti foundation,
pembersih wajah, sampo, pelembap badan, deodoran umumnya berbentuk koloid yaitu
emulsi.
2. Industri Tekstil
Pewarna tekstil berbentuk koloid
karena mempunyai daya serap yang tinggi, sehingga dapat melekat pada tekstil.
3.
Industri
Farmasi
Banyak obat-obatan yang dikemas dalam
bentuk koloid agar stabil atau tidak mudah rusak.
4. Industri Sabun dan Detergen
Sabun dan detergen merupakan
emulgator untuk membentuk emulsi antara kotoran (minyak) dengan air, sehingga
sabun dan detergen dapat membersihkan kotoran, terutama kotoran dari minyak.
5. Industri Makanan
Banyak makanan dikemas dalam bentuk koloid
untuk kestabilan dalam jangka waktu cukup lama. Salah satu contohnya kecap dan
saus (Utami, 2009).
6.
Kelestarian
lingkungan
Untuk mengurangi polusi udara yang
disebabkan oleh pabrik-pabrik, digunakan suatu alat yang disebut cotrell.
Alat ini berfungsi untuk menyerap partikel-partikel koloid yang terdapat dalam
gas buangan yang keluar dari cerobong asap pabrik.
Sifat
adsorpsi pada koloid ini menyebabkan koloid banyak digunakan dalam berbagai
macam industri, misalnya sebagai berikut:
a.
Industri gula, untuk
proses pemutihan gula pasir.
Gula pasir yang masih kotor (berwarna
coklat) dilarutkan dalam air panas, lalu dialirkan melalui sistem koloid yang
berupa tanah diatomik (mineral harus berpori) dan arang tulang. Kotoran pada gula
akan diadsorpsi oleh tanah diatomik dan arang tulang sehingga gula menjadi
bersih.
b.
Industri tekstil, pada
proses pewarnaan.
Serat yang akan diwarnai dicampur
dengan garam Al2(SO4)3, lalu dicelupkan ke
dalam larutan zat warna. Koloid Al(OH)3 yang terbentuk karena
hidrolisis Al2(SO4)3, akan mengadsorpsi zat
warna.
c.
Industri air minum, pada proses
penjernihan air.
Air yang keruh dapat dijernihkan
dengan menambahkan tawas atau K2SO4.Al2(SO4)3.
Koloid Al(OH)3 yang terbentuk akan mengadsorpsi, menggumpalkan, dan
mengendapkan kotoran-kotoran dalam air.
Sifat
elektroforesis koloid digunakan dalam industri lateks, untuk melapisi logam-logam
dengan lateks koloid (karet), atau mengecatkan anti karat pada badan mobil.
Partikel-partikel lateks yang bermuatan, cat dan sebagainya tertarik dan menempel
pada logam akibat logam diberi muatan listrik yang berlawanan dengan muatan
lateks koloid (Fauziah, 2009).
7.3.
Tinjauan
Bahan
A. Etanol 96%
- Bau :
berbau
- Bentuk :
cair
- Berat molekul :
46,07 g/mol
- Densitas :
0,789
g/cm3
- pH :
7
- Rumus kimia :
C2H5OH
- Titik didih :
78,5 oC
- Titik lebur : -114,1 oC
- Warna :
tidak berwarna
B.
Aquadest
- Bau :
tidak berbau
- Bentuk :
cair
- Berat molekul :
18,02 g/mol
- Densitas :
1 g/cm3
- pH :
7
- Rumus kimia :
H2O
- Tekanan uap :
2,3 kPa
- Titik didih :
100 oC
- Warna :
tidak berwarna
C.
Gula
Pasir
- Bau :
tidak berbau
- Bentuk :
padat
- Berat molekul :
342,3 g/mol
- Densitas :
1,587 g/cm3
- Rumus kimia :
C12H22O11
- Titik lebur :
186 °C (366,8
°F)
- Warna : putih
D.
Kalsium
Asetat
- Bau :
tidak berbau
- Bentuk :
padat
- Berat molekul :
158,17 g/mol
- Densitas :
1,5 g/cm3
- Rumus kimia :
C4H6CaO4
- Warna :
putih
E.
Larutan Ferri Klorida
- Bau :
tidak berbau
- Bentuk :
padat
- Berat molekul :
162,21 g/mol
- Densitas :
2,9 g/cm3
- pH :
2
- Rumus kimia :
FeCl3
- Titik didih :
316 oC (600,8 °F)
- Titik lebur :
306 °C (582,8 °F)
- Warna :
tidak berwarna
F.
Serbuk Belerang
- Bau :
tidak berbau
- Bentuk :
padat
- Berat molekul :
32,06 g/mol
- Densitas :
2,07 g/cm3
- Rumus kimia :
S
- Titik didih :
445 oC (833 °F)
- Titik lebur : 112 °C (233,6 °F)
- Warna : kuning
7.4. Alat dan Bahan
A. Alat-alat
yang digunakan:
−
batang pengaduk
−
Beakerglass
−
cawan porselen
−
gelas ukur
−
mortar dan stamper
−
pipet tetes
−
rak tabung
−
tabung reaksi
−
Waterbath
B. Bahan-bahan yang digunakan:
- Agar-agar
- alkohol 95% (CH3CH2OH)
- aquadest (H2O)
- gula pasir (C12H22O11)
- kalsium asetat (C4H6CaO4)
- larutan ferri klorida (FeCl3)
- larutan sabun
- minyak tanah
- serbuk belerang
7.5. Pembahasan
A. Pembuatan
Sol dengan Cara Dispersi
Pembuatan
koloid dengan cara dispersi adalah pemecahan partikel-partikel kasar menjadi
partikel koloid yang lebih halus. Dalam percobaan ini khususnya pada
pencampuran gula dan belerang, sol belerang dibuat dengan cara menggerus serbuk
belerang bersama gula pasir, kemudian mencampur serbuk tersebut dengan air.
Dari penjelasan tersebut dapat dibuktikan bahwa hasil percobaan sesuai dengan
teori pembuatan koloid secara dispersi yaitu dengan cara mekanik. Sedangkan
pada pencampuran agar-agar dengan air mendidih dapat dibuktikan bahwa hasil
percobaan sesuai dengan teori pembuatan koloid secara dispersi yaitu dengan
cara peptisasi.
B. Pembuatan
Sol dengan Cara Kondensasi
Pembuatan koloid dengan cara kondensasi
adalah penggabungan partikel-partikel koloid halus menjadi partikel yang lebih
kasar. Dalam percobaan ini ditambahkan larutan FeCl3 dalam Aquadest mendidih, terjadi perubahan
warna larutan menjadi merah kecoklatan. Hal ini sesuai dengan teori pembuatan
koloid dengan cara kondensasi yaitu hidrolis.
C. Pembuatan
Emulsi
Emulsi adalah suatu sistem yang heterogen
atau semi heterogen yang terdiri atas satu jenis cairan yang terdispersi di
dalam cairan yang lain. Dalam percobaan, ketika minyak dan Aquadest dicampurkan begitu pula ketika minyak, Aquadest, dan larutan sabun dicampurkan,
larutan minyak terdispersi dalam Aquadest,
begitu juga dengan larutan minyak yang juga terdispersi dalam larutan sabun.
Hal ini membuktikan bahwa emulsi terjadi dalam pencampuran minyak dan sabun.
D. Pembuatan
Gel Kalsium Asetat Alkohol
Gel adalah partikel koloid liofil yang
setengah kaku (berupa zat padat) dan terdiri atas partikel-partikel koloid atau
kristal-kristal yang saling berkaitan dengan membentuk jaringan. Dalam
percobaan, ketika larutan kalsium asetat dicampurkan dengan alkohol, larutan
membentuk gel/padatan. Dari penjelasan tersebut dapat dibuktikan bahwa hasil
percobaan sesuai dengan teori pembuatan gel.
7.6. Kesimpulan
Pembuatan
koloid dapat dibedakan menjadi dua cara, yaitu cara disperse dan kondensasi.
Pembuatan koloid secara disperse dengan cara pemecahan partikel-partikel kasar
menjadi partikel halus, sedangkan pembuatan koloid dengan cara kondensasi yaitu
dengan penggabungan partikel-partikel halus menjadi partikel yang lebih kasar.
0 Comments